Rabu, 04 Mei 2011

Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik)



Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi: 
a.   Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak.
Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar
(gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari),
penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).
b.   Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat
indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses:
• Penglihatan,
• Pendengaran, 
• Perabaan, 
• Penciuman, dan 
• Pengecap.
c.   Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang
diinderai)
Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses
penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk
gangguan tersebut meliputi:
• Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek
yang didengarkan.
• Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang
dilihat.
• Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami
objek yang bergerak atau digerakkan.
• Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
• Gangguan dalam Pemahaman Konsep.
• Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.
d.   Gangguan Perkembangan Perilaku
Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat
internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi:
• ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian
• ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian
yang disertai hiperaktivitas.
2. Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:
a.   Disleksia atau Kesulitan Membaca
Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol,
huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan
berdampak pada kemampuan membaca pemahaman.
Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca di antaranya berupa:
Penambahan (Addition)
  Menambahkan huruf pada suku kata
Contoh :     suruh disuruh; gula gulka; buku bukuku
Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku kata
Contoh  :   kelapa  lapa; kompor  kopor; kelas  kela
Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri-
kanan.
Contoh  :    buku  duku; palu  lupa; 3   ε;  4   µ
Pembalikan atas-bawah (ReversalI)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas-
bawah.
Contoh :     m  w; u n; nana  uaua; mama  wawa; 2  5;    6  9
Penggantian (Substitusi)
Mengganti huruf atau angka.
Contoh :     mega meja; nanas mamas; 3 8

b.   Disgrafia atau Kesulitan Menulis
Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan proses menggambar simbol-
simbol bunyi menjadi simbol huruf atau angka.
Kesulitan menulis tersebut terjadi pada beberapa tahap aktivitas menulis,
yaitu:
  Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang tepat dalam
ucapan atau tulisan dari suku kata/kata. Kemampuan yang dibutuhkan
aktivitas mengeja antara lain (1) Decoding atau kemampuan
menguraikan kode/simbol visual; (2) Ingatan auditoris dan visual atau
ingatan atas objek kode/simbol yang sudah diurai tadi; untuk (3)
Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.
  Menulis Permulaan (Menulis cetak dan Menulis sambung) yaitu aktivitas
membuat gambar simbol tertulis. Sebagian anak berkesulitan belajar
umumnya lebih mudah menuliskan-huruf- cetak yang terpisah-pisah
daripada menulis-huruf-sambung. Tampaknya, rentang perhatian yang
pendek menyulitkan mereka saat menulis-huruf-sambung. Dalam
menulis-huruf-cetak, rentang perhatian yang dibutuhkan mereka relatif
pendek, karena mereka menulis ”per huruf”. Sedangkan saat menulis-
huruf-sambung rentang perhatian yang dibutuhkan relatif lebih panjang,
karena mereka menulis ”per kata”.
Kesulitan yang kerap muncul dalam proses menulis permulaan antara
lain:
1)   Ketidakkonsistenan bentuk/ukuran/proporsi huruf
2)   Ketiadaan jarak tulisan antar-kata
3)   Ketidakjelasan bentuk huruf
4)   Ketidakkonsistenan posisi huruf pada garis 
Dalam disgrafia terdapat bentuk-bentuk kesulitan yang juga terjadi pada
kesulitan membaca, seperti:
1)  penambahan huruf/suku kata
2)  penghilangan huruf/suku kata
3)  pembalikan huruf ke kanan-kiri
4)  pembalikan huruf ke atas-bawah
5)  penggantian huruf/suku kata
  Menulis Lanjutan/Ekspresif/Komposisi merupakan aktivitas menulis
yang bertujuan mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam bentuk
tulisan. Aktivitas ini membutuhkan kemampuan (1) berbahasa ujaran;
(2) membaca; (3) mengeja; (4) menulis permulaan.
c.   Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung
Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa simbol
untuk berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan
dengan kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari
kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan
lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut
tingkatan, yaitu kemampuan dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan
nilai tempat, kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa
teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam,
kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada uraian di bawah.
   Kemampuan dasar berhitung, terdiri atas:

i.   Mengelompokkan

(classification), yaitu kemampuan

mengelompokkan objek sesuai warna, bentuk, maupun ukurannya.
Objek yang sejenis dikelompokkan dalam suatu himpunan, misalnya
himpunan kursi, himpunan kelereng merah, himpunan bola besar,
dan lain-lain.
Pada anak yang kesulitan mengklasifikasi, anak tersebut kesulitan
menentukan bilangan ganjil dan genap, bilangan cacah, bilangan
asli, bilangan pecahan, dan seterusnya.
ii.   Membandingkan (comparation), yaitu kemampuan membandingkan
ukuran atau kuantitas dari dua buah objek. Misalnya:
   Penggaris A lebih panjang dari penggaris B
   Bola X lebih kecil dari Bola Y 
   Bangku Merah lebih banyak dari Bangku Biru, dan seterusnya.
iii.   Mengurutkan (seriation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran
atau kuantitas lebih dari dua buah objek. Pola pengurutannya sendiri
bisa dimulai dari yang paling minimal ke yang paling maksimal atau
sebaliknya. 
Contohnya:
   Penggaris A paling pendek, Penggaris B agak panjang, dan
Penggaris C paling panjang; 
   Bola X paling besar, Bola Y lebih kecil, dan Bola Z paling
kecil;
   Bangku Merah paling banyak, Bangku Biru lebih sedikit, dan
Bangku Hijau paling sedikit;
   5 – 4 – 3  atau 20 – 40 – 70 – 80 – 100; dan seterusnya.
iv.   Menyimbolkan (simbolization), yaitu kemampuan membuat simbol
atas kuantitas yang berupa angka/bilangan (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9)
atau simbol tanda operasi dari sebuah proses berhitung seperti tanda
+ (penjumlahan),      - (pengurangan),      x (perkalian), atau ÷
(pembagian),  < (kurang dari), > (lebih dari), dan = (sama dengan)
dan lain-lain. Penguasaan simbol-simbol tanda ini akan berguna saat
anak melakukan operasi hitung.  
v.   Konservasi, yaitu kemampuan memahami, mengingat, dan
menggunakan suatu kaidah yang sama dalam proses/operasi hitung
yang memiliki kesamaan. Bentuk konkret dari konservasi adalah
penggunaan rumus atau kaidah suatu operasi hitung. Dalam sebuah
operasi hitung berlangsung proses yang serupa untuk objek
kuantitas yang berbeda. Misalnya dengan memahami konsep
penjumlahan anak akan tahu bahwa  2+5 adalah 7 dan 4+9 adalah
13; karena meskipun jumlah angkanya berbeda tetapi pola
hitungannya sama. Anak akan mengalami kesulitan saat
menterjemahkan kalimat bahasa menjadi kalimat matematis pada
soal cerita. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar