Senin, 28 Maret 2011

KONSEP PEMIKIRAN HERMENEUTIKA GRACIA.



Gracia merupakan pemikiran yang ditawarkan mengenai kedalaman makna yang terdalam dalm teks. Pemikiran gracia tentang hermeneutika yaitu tentang pendalaman makna yang tersirat. Pendalaman makna penempatan tentang pelurusan makna yang tersirat dari teks tersebut.
Adapun bentuk kedua interpretasi, yakni interpretasi non-literal didefinisikan oleh Gracia dengan;
“ interpretsi non literal adalah interpretasi, yang mungkin didasarkan pada interpretasi tekstual, namun mempunyai sesuatu yang lain sebagai tujuan utama, meskipun tujuan tersebut melibatkan atau merupakan semacam bentuk pemahaman juga”.
Berdasarkan definisi di atas, interpretasi non tekstual tidak lagi berfungsi atau bertujuan menguak makna teks dan, atau implikasi makna teks, sebagaimana yang dituju oleh interpretasi tekstual, melainkan mencoba menguak di balik makna tekstual. Menurut Gracia, interpretasi historis (historical interpretation) merupakan salah satu contoh dari interpretasi non-tekstual. Interpretasi historis tidak saja berinteraksi dengan makna dan implikasi makna teks yang ditafsirkan, atau dalam istilah Amin al-Khuli ma fi nashsh (apa yang ada di dalam teks), melainkan juga menguak dan memaparkan apa yang ada di sekitar teks (ma hawla n-nashsh).
Ungkapan Gracia di bawah ini menarik untuk dicermati: Tujuan utama seorang historioan adalah mengemukakan informasi tentang masa lalu dan informasi ini tidak hanya memuat interpretasi tekstual, melainkan juga rekonsruksi konteks historis yang lebih luas di mana teks (yang sedang ditafsirkan) itu disusun, (menguak) ide-ide/ pemikiran-pemikiran yang tidak dikemukakan oleh pengarang teks dalam tulisannya atau ungkapan lisannya, (memaparkan) hubungan-hubungan antara berbagai teks, baik yang disusun oleh pengarang teks itu oleh pengarang pengarang lain (dan mengemukakan) relasi kausal antarteks, dan lain-lain.
Pluralitas kebenaran interpretasi tekstualitas.
Berdasarkan hakikat dan realitas interpretasi, Gracia berpendapat bahwa kebenaran interpretasi itu tidaklah monistis/tunggal, melainkan plural. Pluralitas kebenaran interpretatif ini tidak hanya terkait dengan interpretasi non-literal di mana penafsir lebih memiliki peran, melainkan juga dengan interpretasi tekstual. Sebagaimana telah disebutkan di atas, ada tiga fungsi interpretasi yakni; fungsi historis, fungsi makna, dan fungsi implikatif. Kedua fungsi terakhir ini membuka perbedaan bentuk interpretasi antara satu orang dengan orang lain, karena beragamnya faktor kultural. Gracia mencontohkan bahwa dalam realita interpretasi, karya-karya Aristoteles ditafsirkan oleh banyak orang. Bukan hanya dalam bidang filsafat, dalam bidang sainpun kebenaran interpretasi bisa plural. Dalam hal ini, Gracia sependapat dengan Imanuel Kant yang berpendapat bahwa kita tidak akan pernah mencapai final and definitive descriptions in science or philosophy (deskripsi-deskripsi final dan dan definitif dalam sains dan filsafat).
Pluralitas kebenaran interpretasi tekstual ini tidak seharusnya dipahami bahwa kebenaran interpretasi ini bersifat relatif dan tak terbatas, atau Gracia menyebutnya dengan istilah ‘infinitive regress’ (regresi tak terbatas), karena memang setiap penafsiran itu pasti mengandung interpretandum (teks yang ditafsirkan) dan interpretans (keterangan tambahan yang masih ada keterkaitannya dengan interpretandum).                                         
·        Obyektivitas dan Subyektivitas interpretasi.  
Interpretasi menurut Gracia pasti mengandung nilai obyektivitas dan  subyektivitas dalam waktu yang bersamaan. Poin yang penting dalam hal ini tentunya sejauh mana subyektivitas penafsir dan sejauh mana obyektivitas makna interpretandum mengambil peran dalam sebuah interpretasi. Atas dasar itu,  sebuah penafsiran dipandang ‘sangat subyektif’ (highly subjective) apabila penafsir hanya memberikan sedikit perhatian terhadap teks yang ditafsirkan dan faktor-faktor historis yang berperan dalam menentukan makna teks. Sebaliknya interpretasi dipandang sangat obyektif apabila dalam interpretasi tersebut teks historis (interpretandum) dan fakto-faktor penentu makna historis mendapatkan prioritas perhatian penafsir. Gracia menawarkan apa yang disebutkan  “the principle of proportional understanding (prinsip pemahaman proporsional)


1 komentar:

  1. wah tuengkyu For The Info ya,,
    membantu sekali dalam memahaminya

    BalasHapus