Jumat, 25 Maret 2011

HIKMAH KIAMAT SYUGRO (KECIL)


Banjir bandang di Wasior, Jakarta terendam, gunung Merapi meletus, gempa dan tsunami Mentawai, kurang satu lagi  yang belum terjadi di republik ini yaitu runtuhnya langit. Lengkap sudah bencana yang menimpa tanah air tercinta, memang bencana seolah-olah identik dengan Indonesia. Bahkan yang mengerikan yaitu hampir bersamaan terjadinya gempa dan tsunami di Wasior dengan meletusnya gunung Merapi. Belum selesai penanganan yang satu, disusul lagi bencana lain, bencana di Indonesia sudah seperti rutinitas yang sulit dihindari. Pemerintah sempat dibuat cemas dengan munculnya berbagai ragam bencana, tentu kecemasan tersebut bersumber pada proses penanganan, dan saldo keuangan penanggulangan bencana yang semakin menipis.
Bencana yang terjadi di Indonesia bisa disebut sebagai bencana yang super besar, bahkan negara lainpun sempat prihatin, dan mengucapkan ikut berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya terhadap Indonesia. Di satu sisi dengan munculnya banyak bencana, tentunya banyak pihak-pihak yang memanfaatkan situasi dalam kesempitan. Marilah kita cermati, di pos-pos pengungsian banyak berkibar bendera beragam warna. Mereka datang dengan tendensi yang beragam, tetapi hampir semuanya dibungkus atas nama misi kemanusiaan. Kamuflase politik dikemas begitu indah, rapi, supaya manusia mudah terhegemoni oleh ideologinya.
            Banyaknya bendera yang berkibar di pos pengungsian gunung Merapi, sempat membuat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X  berang. Momentum apapun ternyata tidak bisa lepas dari hegemoni bahkan kampanye partai politik. Gubernur DIY sempat mengeluarkan pernyataan bahwa kalau ingin membantu harus ikhlas, pemerintah tidak akan mempersulit setiap element yang ingin masuk memberikan bantuan, tetapi harus dengan ikhlas. Ketika melihat kenyataan seperti itu, tentu masyarakat akan semakin sekeptis terhadap visi misi partai politik, ternyata partai politik setiap membantu pasti ada tujuan yang diharapkan. Kampanye ketika terjadi bencana saya kira sangat kontras dengan nilai-nilai etika bangsa yang bermartabat dan berbudi luhur. Logikanya ketika ada teman kita sakit, kita harus menjenguk dan menasehati supaya cepat sembuh, bukan malah pamer kekuatan di depannya.
Bencana yang terjadi di Indonesia apabila kita tinjau dari perpektif theologi Islam, maka bencana tersebut tidak sekedar bencana biasa, melainkan ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Bersumber dari khazanah klasik, saya menegaskan bahwa kiamat itu ada dua yakni; kiamat kubro (besar), dan kiamat syugro (kecil). Konteks bencana yang terjadi di Indonesia ini kalau saya analisa, lebih condong yang ke dua yaitu kiamat syugro (kecil). Kiamat kecil merupakan hancurnya sebagian dari alam semesta ini. Kehancuran tersebut hanya bersifat kecil dan masih bisa untuk ditanggulangi.
Seharusnya pemerintah melakukan intropeksi diri, dan mawas diri, setiap terjadi  bencana. Bagaimanapun juga dibalik bencana tersebut tersimpan hikmah yang terpendam yang harus kita gali. Kiamat syugro (kecil) merupakan peringatan Tuhan atas umatnya, bahwasannya alam ini hanyalah bersifat sementara dan akan musnah semuanya. Selain kiamat kecil, besok akan terjadi kiamat yang besar yaitu hancurnya seluruh alam semesta ini, dan berakirnya seluruh kehidupan. Sebagai orang yang beriman seharusnya pemerintah dan rakyat saling mensinergikan untuk melakukan intropeksi diri, sehingga mampu memperbaiki semua aspek. Logikanya peringatan itu berawal dari yang ringan terus meningkat ke yang berat. Begitu juga dengan peringatan Tuhan kepada umatnya, diperingatkan secara halus tidak bisa, maka Tuhan akan memberi peringatan yang kasar.
Konteks Indonesia korupsi telah menggurita, kriminal, maksiat merajalela, tentu ketika melihat seperti itu mungkin Tuhan murka, sehingga bencana diturunkan secara frontal. Sekarang tergantung manusianya bagaimana menyikapi peringatan Tuhan ini, apakah serius, santai, gegabah, atau bahkan acuh. Kalau bangsa ini sudah tidak mampu merespon setiap kejadian, maka bangsa ini sama dengan mengalami kematian secara majazi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar